Masa Integrasi Adalah Masa Terindah bagi Timor Timur

Timor Timur, wilayah yang pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia, kini telah menjadi sebuah negara yang bernama "Timor Leste". Timor Timur awalnya merupakan wilayah jajahan Portugal hingga tahun 1975. Kemudian berintegrasi dengan Indonesia sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Timor Timur saat itu. Selama Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, rakyat Timor Timur jauh lebih sejahtera dan lebih maju dibandingkan masa penjajahan Portugis dan setelah melepaskan diri dari NKRI. Timor Timur akhirnya lepas dari NKRI setelah diadakan referendum yang penuh kecurangan pada tahun 1999. Saat ini Timor Leste menjadi negara termiskin ke-7 di dunia.

Peta Timor Leste

Bendera Timor Leste

Masa Kolonial Portugis
Bangsa Portugis menjajah Timor Timur selama kurang lebih 450 tahun. Rakyat Timor Timur hidup dalam kemiskinan, sebagian besar rakyat buta huruf, dan penuh diskriminasi bahkan dalam pendiskriminasian penduduk pribumi dilarang menginjak jalan aspal. Sebuah diskriminasi yang dapat dinilai keterlaluan. Hanya ada sedikit sekali lulusan akademi yang dihasilkan bangsa Portugis selama menjajah Timor Timur. Orang-orang pada umumnya hanya tahu Ir. Mario Viegas Carrascalao. Alfred Russel Wallace, seorang naturalis dan ilmuwan, di tahun 1861 pernah mencatat kondisi kota Dili sebagai pusat administrasi Timor Portugis : "Tempat paling miskin bahkan dibandingkan kota-kota termiskin di Hindia Belanda sekalipun. Tak ada tanda-tanda orang bercocok tanam atau peradaban di sekitarnya." Bisa dikatakan nasib bangsa Indonesia ketika dijajah Belanda lebih beruntung walaupun yang namanya penjajahan selalu tidak enak.

Pemberlakuan pemberian finta (upeti) kepada pemerintah kolonial Portugis menimbulkan kebencian di antara para liurai (raja setempat) dan pernah timbul perlawanan pada tahun 1710. Pemberontakan tahun 1710 ini memaksa orang-orang Portugis memindahkan pusat administrasi kolonialnya dari Lifau ke Dili untuk seterusnya sampai orang-orang Portugis hengkang dari bumi Lorosae pada tahun 1975. Pada tahun 1859, gubernur Timor Portugis Afonso de Castro membuat kebijakan tanam paksa yakni tanaman untuk diekspor khususnya kopi. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini menimbulkan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang dipimpin oleh para liurai pada tahun 1861. Sistem kerja paksa kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jose Celestino da Silva dalam bentuk pembangunan jalan. Di tahun 1908, Gubernur da Silva juga mengganti finta dengan pajak kepala.

Perlawanan liurai yang terbesar dan terakhir adalah perlawanan yang dipimpin oleh Dom Boaventura (liurai Manufahi). Dom Boaventura melanjutkan perlawanan ayahnya, Dom Duarte, yang dipaksa menyerah di tahun 1900. Ia mulai mengadakan perlawanan di tahun 1911. Pemerintah kolonial Portugis mengerahkan pasukan pribumi Timor Portugis ditambah pasukan yang didatangkan dari Afrika Timur Portugis (sekarang Mozambik). Perlawanan berhasil ditumpas pada tahun 1912. Diperkirakan 25 ribu orang tewas selama kampanye militer menumpas perlawanan Dom Boaventura. Sang liurai ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro sampai akhir hidupnya. Kemudian pemerintah Timor Portugis memberikan kewenangan langsung kepada suco (desa) sebagai pemerintahan lokal. Dengan demikian, kekuasaan dan pengaruh para liurai menjadi kecil dan penjajah Portugis dapat mengontrol secara langsung hingga ke pedalaman.

Dom Boaventura dari Manufahi

Pada tahun 1974, di Portugal terjadi Revolusi Bunga (atau disebut juga Revolusi Anyelir) yang mendorong Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya termasuk Timor Timur. Partai-partai politik mulai berdiri di Timor Timur : APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALHISTA, KOTA. UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal. APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar. Dua partai kecil lainnya, KOTA (Klibur Oan Timor Aswain) menginginkan pemerintahan tradisional yang fokus pada kepemimpinan liurai sedangkan TRABALHISTA yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali. Secara garis besar, dua partai kecil ini sejalan dengan cita-cita APODETI.

Kerusuhan dan pertumpahan darah merebak ke seluruh bumi Lorosae. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN merupakan fraksi yang terkuat sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis. Pasukan FRETILIN memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT maupun pasukan APODETI. UDT akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tujuan utamanya memertahankan Timor Timur berada di bawah Portugal dan bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN. FRETILIN telah membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk beberapa tokoh APODETI. Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires, yang seharusnya bertanggung jawab memulihkan ketertiban dan keamanan justru mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro dan membiarkan koloni Portugal tersebut dalam kekacauan.

Pasukan FRETILIN di tahun 1975

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memroklamirkan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November 1975. APODETI, UDT, TRABALHISTA, dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI. Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT). Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang. Dari perbatasan NTT, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya. Tak lama kemudian, TNI datang dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban FRETILIN. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.

Masa Integrasi dengan Indonesia
Gabungan partai yang pro integrasi membentuk PSTT (Pemerintahan Sementara Timor Timur) dan mengangkat Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur pertama serta Francisco Xavier Lopes da Cruz sebagai wakil gubernur. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya UU no. 7 tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Timor Timur menjadi provinsi yang paling unik karena provinsi Indonesia lainnya merupakan bekas wilayah jajahan Belanda, Timor Timur merupakan satu-satunya provinsi Indonesia bekas wilayah jajahan Portugal. Presiden Soeharto menyebut bersatunya Timor Timur sebagai "kembalinya anak yang hilang".

Berbagai infrastruktur mulai dibangun di provinsi termuda itu, mulai dari jalan beraspal hingga bandara. Bangunan sekolah mulai dari tingkat SD hingga universitas dibangun di Timor Timur. Bandara Komoro (sekarang Bandara Nicolau Lobato) dibangun di Dili sehingga berbagai pesawat dapat mendarat dan terbang ke dan dari Timor Timur. Banyak subsidi dari dana APBN dicurahkan untuk memajukan provinsi termuda ini. GNP per kapita Timor Timur sebesar $1500 semasa integrasi. Presiden Soeharto juga memerintahkan pembangunan patung Kristus Raja yang menjadi ikon pariwisata Timor Timur dan simbol toleransi terhadap umat Katolik. Patung itu menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro. Adalah suatu hal yang unik jika salah satu negara mayoritas Muslim terbesar memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia. Almarhum presiden kedua kita juga memerintahkan pendirian Monumen Integrasi berbentuk liurai dengan borgol yang terputus di kedua tangan untuk memeringati perjuangan heroik rakyat Timor Timur dari penjajahan Portugis hingga bersatu dengan Indonesia.

Patung Kristus Raja

Monumen Integrasi

Para transmigran berdatangan untuk menggerakkan roda perekonomian Timor Timur. Para guru dan dokter didatangkan sehingga tingkat kesehatan dan pendidikan rakyat Timor Timur meningkat dengan cepat dibanding masa kolonial Portugis. Penggunaan bahasa Portugis dihapuskan dan diganti bahasa Indonesia untuk mengintegrasikan masyarakat Timor Timur dengan masyarakat Indonesia lainnya. Namun masyarakat Timor Timur tidak begitu terkejut dengan penggunaan bahasa Indonesia berkat jasa-jasa para tokoh APODETI yang dahulu memromosikan bahasa Indonesia ke masyarakat Timor Timur. Tidak sedikit putra-putri Timor Timur yang melanjutkan studi hingga ke Pulau Jawa khususnya di Yogyakarta. Walaupun pihak separatis terus "menggonggong" menuduh TNI melakukan pembantaian terhadap orang-orang Timor Timur, ternyata ada banyak putra asli Timor Timur yang turut mengabdi menjadi prajurit TNI.

Namun PBB tidak pernah mengakui Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Setelah mencairnya Perang Dingin, Amerika Serikat dan Australia yang dahulu mendukung Indonesia untuk segera menyatukan Timor Timur kini menjegal Indonesia dengan berbalik menuduh Indonesia telah menduduki Timor Timur dan melakukan pelanggaran HAM berat. Suatu tindakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia. Australia dan Portugal membantu perjuangan diplomasi FRETILIN dan CNRT (Conselho Nacional de Resistencia Timorense, partai pecahan FRETILIN) sedangkan Indonesia harus berjuang sendiri. Untungnya ada beberapa negara mengakui Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia yaitu negara-negara ASEAN, Argentina, Arab Saudi, Irak, dll. Mengapa Australia dengan begitu munafik mendukung kemerdekaan Timor Timur? Karena Australia ingin menguasai ladang minyak di Celah Timor (Timor Gap). Australia dahulu mendukung proses integrasi Timor Timur ke Indonesia hanya karena takut bahaya komunis akan mencapai garis depan Australia jika Timor Leste merdeka sebab FRETILIN beraliran komunis.

Gerakan separatis semakin kuat dan kekacauan terjadi di seluruh Timor Timur. Untuk itu, ABRI segera membentuk berbagai kelompok milisi pro integrasi yang terdiri dari putra-putra asli Timor Timur. Nama-nama kelompok milisi yang dibentuk : Gadapaksi (Garda muda penegak integrasi), BMP (Besi Merah Putih), Saka, Sera, Mahidi (Mati hidup dengan Indonesia), Makikit, Halilintar, dll. Komando tertinggi kelompok-kelompok milisi tersebut berada di tangan Joao da Silva Tavares selaku panglima PPI (Pejuang Pro Integrasi). Para milisi siap menyerang pemberontak FALINTIL (Forcas Armadas da Libertacao Nacional de Timor Leste, sayap militer CNRT) dan para pendukung kemerdekaan dan menghancurkan tempat-tempat yang dianggap milik para pendukung kemerdekaan demi memertahankan integrasi. Salah satu aksi para milisi yakni mengepung dan menghancurkan rumah seorang tokoh CNRT, Manuel Viegas Carrascalao, sebab selama ini rumah tersebut dipakai untuk menampung 124 pendukung kemerdekaan. Di satu sisi, para pendukung kemerdekaan juga melakukan hal yang sama kepada para pendukung integrasi. Monumen Pancasila di Vikeke tidak luput menjadi salah satu sasaran pengrusakan kelompok pro kemerdekaan. Banyak warga sipil yang mengungsi ke perbatasan NTT untuk menghindari kekerasan yang terjadi di Timor Timur.

Milisi Besi Merah Putih (BMP)

Reruntuhan gedung koramil dan polsek di Metinaro yang dihancurkan kelompok pro kemerdekaan

Setelah rezim Orde Baru jatuh, tahun 1999, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie memutuskan untuk mengadakan referendum. Referendum tersebut berada di bawah tanggung jawab UNAMET (United Nations Mission in East Timor) dan dipenuhi dengan berbagai kecurangan. Perekrutan local staff diambil hanya dari orang-orang yang pro kemerdekaan atau yang akan memilih opsi merdeka. Sebagian besar lokasi TPS terletak di dekat pemukiman masyarakat pro kemerdekaan. Para orangtua dan saudara yang memiliki anak atau saudara anggota milisi pro integrasi dilarang memilih. Banyak orangtua yang dipaksa bahkan diancam untuk memilih opsi merdeka. Tanggal 5 Agustus 1999 di Bobonaro, salah seorang anggota UNAMET yang bertugas menerima pendaftaran berkata : "Kedatangan UNAMET hanya untuk bekerjasama dengan FALINTIL, bukan dengan Indonesia." Akibat dari ucapan ini, sempat terjadi keributan dengan pihak pro integrasi. Pernah juga terjadi kejadian di mana beberapa petugas Palang Merah asal Australia ditangkap karena membawa kartu referendum yang opsi merdeka telah dilubangi. Hasilnya 79% memilih merdeka, 21% memilih tetap bersatu dengan otonomi luas. Pertikaian kembali pecah pasca referendum karena para pendukung integrasi merasa kesal atas kecurangan yang terjadi selama referendum. Bagaimanapun Indonesia dengan terpaksa harus mengakui hasil referendum tersebut.

Masa Disintegrasi dari Indonesia
Timor Timur berada di bawah PBB hingga tahun 2002. Tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur resmi diakui kemerdekaannya secara internasional. Timor Timur menjadi sebuah negara dengan nama "Republik Demokratik Timor Leste". Kay Rala Xanana Gusmao menjadi presiden pertama dan Mari Bin Amude Alkatiri menjadi perdana menteri pertama negara itu setelah melepaskan diri dari NKRI tahun 2002.

Walaupun telah merdeka, rakyat Timor Leste tetap hidup dalam kemiskinan bahkan semakin melarat. GNP per kapita yang awalnya $1500 turun drastis menjadi $300. Penggunaan dolar AS sebagai mata uang Timor Leste menyebabkan standar hidup menjadi tinggi dan daya beli masyarakat menurun. Australia akhirnya berhasil memeroleh keinginannya, ladang minyak Celah Timor. Berdasarkan perjanjian, 80% hasil dari ladang minyak tersebut untuk Australia dan hanya 20% untuk Timor Leste. Harga BBM di Timor Leste sangat mahal sehingga tidak jarang mobil-mobil orang Timor Leste "minum" premium bersubsidi di Timor Barat padahal mereka tidak pantas mendapatkan itu sebab mereka bukan lagi warga negara Indonesia.

Pemerintah Timor Leste menerapkan bahasa Portugis dan bahasa Tetum sebagai bahasa nasional tetapi bahasa Portugis yang lebih diutamakan. Dengan begitu, pemerintah Timor Leste telah "sukses" memundurkan Timor Leste hingga 30 tahun ke belakang. Dalam semalam rakyat Timor Leste menjadi buta bahasa karena pada faktanya hanya kurang dari 3% dari seluruh penduduk Timor Leste yang fasih menggunakan bahasa Portugis. Sebagian besar yang bisa berbahasa Portugis berasal dari generasi tua. Mayoritas penduduk Timor Leste justru fasih berbahasa Indonesia karena selama 24 tahun mereka hidup bersatu dengan Indonesia.

Akibat dari kebijakan bahasa itu, wajah pendidikan Timor Leste turut menjadi bobrok. Sekolah diliburkan selama sembilan bulan hanya untuk memberi kursus bahasa Portugis kepada para guru Timor Leste. Pemerintah juga menawarkan kepada para pelajar beasiswa untuk melanjutkan studi di Portugal. Hasilnya banyak di antara mereka yang gagal dalam studi. Mereka hanya mendapat pelatihan bahasa Portugis selama lima bulan sebelum berangkat ke Portugal. Untuk ujian saringannya saja menggunakan bahasa Indonesia.

Pertikaian antar etnis juga sering terjadi. Pada tanggal 8 Februari 2006, lebih dari 400 pasukan Timor Leste etnis Loro Monu melakukan aksi mogok sebagai aksi protes karena merasa didiskriminasi. Pemerintah memecat sebanyak 594 pasukan etnis Loro Monu. Para prajurit desertir di bawah Mayor Alfredo Alves Reinado segera melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Kerusuhan juga terjadi di seluruh penjuru Timor Leste. Ratusan bangunan dibakar dan dijarah, sementara 20 orang dilaporkan tewas dalam pertikaian antara etnis Loro Monu dan Loro Sa'e. Pemerintah Dili tidak dapat mengendalikan pemberontakan tersebut hingga meminta bantuan militer Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia tetapi hanya tentara Australia yang datang.

Pasukan PBB pun akhirnya turun tangan menjaga keamanan dan ketertiban di Timor Leste. Tanggal 29 Mei 2006, ratusan orang berdemonstrasi di luar istana presiden sambil meneriakkan yel-yel anti PM Mari Alkatiri karena pemerintahannya dianggap gagal. Di hari yang sama, sebuah gudang pangan milik pemerintah di lain tempat turut dijarah. Pada tanggal 11 Februari 2008, Presiden Jose Manuel Ramos Horta nyaris terbunuh oleh tembakan anak buah Mayor Alfredo Reinado, Amaro da Costa. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya keamanan di Timor Leste. Mayor Alfredo Reinado sendiri tewas beberapa hari kemudian. Tugas pasukan PBB di Timor Leste berakhir pada bulan Desember 2012 dan keamanan dan ketertiban kembali diserahkan kepada pemerintah Timor Leste.

Pasukan Australia di Timor Leste

Bagaimanapun masa terindah atau masa kejayaan Timor Timur bukan pada saat merdeka tetapi pada saat integrasi dengan Indonesia. Mungkin ada banyak orang Timor Leste yang kini tengah merindukan masa-masa integrasi di mana mereka bisa hidup sejahtera. Akankah mereka suatu saat kembali bersatu dengan Ibu Pertiwi? Semoga.

35 comments:

  1. Sepertinya anda terkena eforia pro integrasi...haha
    adakah data perimbangan dari kaum pro kmerdekaan? ;-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kelompok pro kemerdekaan menilai selama masa integrasi dengan Indonesia (mereka menyebut masa integrasi dengan sebutan "masa okupasi") terjadi kebrutalan yang dilakukan oleh TNI. Ini adalah pernyataan yang tidak masuk akal. Yang namanya gerakan separatis tentu harus ditumpas. Selain itu, para pemberontak FRETILIN bisa membunuh pasukan TNI sedangkan Indonesia dianggap melakukan pelanggaran HAM ketika menumpas FRETILIN. Ini tidak adil & tidak logis! Akan tetapi, Soeharto seharusnya pada waktu itu mengadakan dialog dengan FRETILIN seperti dialog yang dilakukan SBY dengan pemberontak GAM. Dialog tersebut berhasil terwujud dengan adanya perjanjian damai di Helsinki & para pemberontak setuju untuk menurunkan senjata & kembali bersama-sama membangun Aceh.

      Delete
    2. Mereka juga menilai adanya proses Islamisasi terhadap penduduk Timor Timur dengan kedok program transmigrasi dengan mendatangkan transmigran yang kebanyakan berasal dari Jawa yang mayoritas beragama Islam. Ini salah besar! Fakta membuktikan bahwa agama Katolik justru berkembang lebih pesat ketika masa integrasi daripada ketika masa kolonial Portugis. Soeharto bahkan memerintahkan pembuatan patung Kristus Raja sebagai tanda toleransi terhadap agama Katolik. Dalam hal penyebaran agama, setiap pemeluk agama tentu memiliki hak & kewajiban untuk menyebarkan agamanya masing2.

      Delete
  2. semua tidak benar,Indonesia worsed than portugal, Indonesia colonialism. No difference between polpot and soeharto, Wirantow and barbowo.....They all should be responsible fo east Timor people, which they killed with no mercy and Inhuman....... one day Indoenesia will pay for this and Indonesia paying now. IMF punked you with great debt and Indonesia will never paid it back till end of the world.....in another side America controlling indonesia natural resources....left Indonesia in bad condition. what u did to my country Timor Leste, u will pay one day. and now u paying now. Foreign countries will fucked u all natural resources....sampai indonesia kerin tidak ada sumber daya untuk cultivate baru negara luar negeri meninggalkan indonesia tanpa jejak hahahahahahahahahahahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. What we did to East Timor? We liberated East Timorese people from FRETILIN's brutality as requested by APODETI & other parties because they wanted East Timor to be part of Indonesia. Indonesian military didn't kill East Timorese people. In fact, many East Timorese youth joined the army. But if you were a FRETILIN rebel & you didn't want to surrender, it was the army's duty to kill you!

      Delete
    2. Don't be hypocrite! The Australians are also exploiting your oil field in Timor Gap. You know, 9.36% from Freeport-McMoran Copper & Gold Inc.'s total stocks belongs to Indonesian government, 9.36% belongs to PT. Indocopper Investama, & rest of them still belongs to Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. But as Indonesian citizen, I wished one day my government will nationalize that company.

      Delete
    3. It is a very cheap propaganda. All data used in this article are very inacurate. For example on the Timor Sea treaty, it says 80% for Australia and only 20% for TL. The reality is 90% for TL and 10% for Australia. Just a few days ago TL have informed Australia to terminate the agreement called CMATS. On referendum it inacurately says, the ballot was rigid which something that is very familiar w accusation of pro-autonomy post referendum after learning that they have lost the referendum. Just to give u a very small example to justify the result of referendum. Most of the pro-autonony leaders children voted for independence. Now most of them live happily in Dili. Indonesian occupation was the worst occupation ever of foreign forces. Indonesian President SBY acknowledged it in 2008 during the handover of Commission for truth and friendship report in Denpasar Bali. The report also mentioned that gross human rights violation happened in TL.
      By concluding, we should leave this behind as lessons learned and move on to rebuild Indonesia and TL relationship. TL and Indonesian relationship at this point is excellent. TL and Indonesia have taught the world about peace building and state building.

      Delete
  3. sedih bacanya , hanya karena keserakahan negara sebelah dan negara lainnya untuk mengerogoti Timor leste menciptakan skenario untuk berpisah dari Indonesia.
    I Love Indonesia, Indonesia my homeland. Moga² gak ada lagi Provinsi dari nusantara ini yang ingin merdeka diatas negara yg telah merdeka.
    Jika Pak / Om Mozes Adiguna berkenan, saya ingin skali menyadur artikel bpk ke dalam blog
    Amatiran saya..!!
    Monggo mampir pak . => www.sumitrobagariang.blogspot.com

    ReplyDelete
  4. YA SUDAH... JANGAN SEDIH... RELAKAN DENGAN LAPANG DADA... SEMOGA PAPUA JUGA AKAN MENYUSUL, BESERTA RMS (MALUKU), ACEH, JOGJAKARTA, BALI, DAN NTT (GERAKAN TIMOR RAYA) MAKA TAMATLAH JUGA RIWAYATMU MOZES ADIGUNA :) ... PEACE :)

    ReplyDelete
  5. modaro tim tim, tambah melarat wkwkwkwwkwk di akali australia og gelem. dasar wedos !!

    ReplyDelete
  6. Tolol leste negara kere n tolol2 orgnya
    Gak akan kalian bisa maju
    Kalian cuma babu nya aussie
    Kalian cuma diakali n diperas
    Syukurlah kalian para babik tolol lensei minggat dr indonesia coz selama 24th kalian cuma parasit dan duri dr pemerintah indonesia smentara kontribusi yg kalian berikan adlh nol
    Buang buang anggaran n waktu ngurusin
    Si tolol leste i i

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sungguh kasihan nasib saudara2 kita ini. Ladang minyak mereka di Laut Timor yang bisa dikatakan satu2nya harapan mereka untuk dapat bertahan hidup kini dikuras oleh Australia. Namun inilah risiko yang harus mereka tanggung karena memilih memisahkan diri dari NKRI. Indonesia tidak usah membantu mereka. Timor Timur seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kelompok2 separatis lainnya bahwa ada kekuatan2 besar yang sudah siap mengeruk kekayaan alam mereka setelah daerah mereka lepas dari Indonesia. Ingatlah akan pepatah "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh".

      Delete
    2. Tolol di matamu dan sebaliknya kamu yang tolol di mata kami. Kalau tolol, kok kenapa, Timor Leste sampai sekarang sudah mempunyai kas 18 Billion Dollars di USA bonds.

      Kamu yang tolol karena baca saja si penulis ini dan kamu menyanka itulah kebenarannya.
      Kamu tidak tahu apa yang orang2 kami memderita dari semua penjajah, jadi lebih baik kamu diam dan tidak berkokotek karena kalau kamu berkokotek seperti tulisanmu di atas, kami yang pendidikannya tidak seperti kamu tertawa....dan kasihan sama kamu.

      Apa yang ditulis didasarkan atas BIAS dan tidak membantu memperat apa yang sudah diimpikan kedua president (Timor ataupun Indonesia), pantasan penulish seperti ini tidak dipanggil2 untuk mendraft naskah president Indo karena ilmu sejarahnya sangat ngak menuntungkan. Peace, BRO.

      Delete
  7. Syukurlah Timor Leste merdeka, dari dulu negeri ini sangat membebani APBN negara Indonesia, sementara ladang minyak yg di gembar gemborkan itu sangat sulit di eksploitasi, jd dari pada membebani lebih Baik Timor Leste merdeka biar rakyatnya mandiri

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya tidak melihatnya hanya dari kekayaan alamnya saja. Andaikata Timor Timur setandus Gurun Sahara, saya akan tetap mengatakan bahwa Timor Timur harus dipertahankan mati2an. Sebagai orang yang menggeluti bidang sejarah, saya mengatakan bahwa Timor Timur secara historis merupakan bagian dari Indonesia, kecuali sejarah kolonialnya. Timor Timur pernah menjadi wilayah Kerajaan Majapahit & Kesultanan Gowa. Salah satu bukti Timor Timur pernah menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit dapat ditemukan pada Kitab Negarakertagama.

      Delete
    2. Benar sekali...
      itukan cuma kerikil di dalamm sepatu..... Pak Ali Alatas...

      Delete
  8. Bohong besar....
    sekarang siapa yg lebis sejahtera...
    Timor leste apa indonesia
    bayangin berapa orang Indonesia yg cari ddolar di negara Timor leste pakai Visa Touris..
    apakah orang Timor leste pakai visa yg sama kerja di Indonesia???
    kami tau orang Timor leste yg pergi ke Indonesia itu sekolah.
    cuman abisin duitnya di Indonesia.
    heheheeheheh Timor Leste belom ada pengemis dan tinggal di kolong jembatan . paham kamu....????!!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau Timor Leste sekarang lebih sejahtera bahkan lebih sejahtera daripada Indonesia, mengapa Timor Leste hingga hari ini tidak punya mata uang sendiri? Sudan Selatan yang baru merdeka 5 tahun saja sudah memiliki mata uang sendiri. Timor Leste sudah berapa tahun merdeka? Kalau Indonesia punya banyak pengemis & warga yang tinggal di kolong jembatan, mengapa banyak pelajar Timor Leste yang menempuh studi di Indonesia? Amerika Serikat yang negara adidaya saja masih memiliki banyak gelandangan di kota2 besar mereka. Indonesia dibandingkan Amerika Serikat merdeka lebih dulu siapa & lebih maju siapa? Ayo jawab!

      Delete
    2. Kok, katanya TNI datang dan membebaskan Timor-Timur dari kebiadaban Fretilin. Analisis kayak gini sangat ngak masuk akal. Seandainya TNI berprikemanusian, kenapa mereka membubuh Aussie Journalists? Seandainya mereka mendengar apodeti dan partai2 lainnya memproklamasikan atau menintegrasikan Tim-Tim, kenapa mereka tidak memyuruh Utusan Indonesia terlebih dahulu untuk mencek? Masa utus, pesawat pembom milik Amerika untuk Timor yang daerahnya sangat kecil?

      Ada banyak hal yang saudara ngak singgung dan opini kamu ini sangat bias. Kami mengerti karena kamu kalah.

      Kami sekarang hanya mau melihat ke masa depan membangun negara kami yang tercinta ini and kami wish supaya kamu juga memfokus energi and kepintaran kamu membangun Indonesia yang kian hari kian ngak tau kemana? Peace bro.

      Delete
  9. worthless articles...and the writers defenitely suck
    please read more History about Timor Leste before writing an article brother...otherwise you look like a dog that bark in the neighborhood...
    cheers..

    ReplyDelete
    Replies
    1. If you only mock without giving rational argument, you are not different with uneducated people. I do not want to waste my time debating uneducated people.

      Delete
  10. http://internasional.kompas.com/read/2017/01/09/13300051/timor.leste-australia.akhiri.perjanjian.batas.wilayah.maritim

    ReplyDelete
  11. https://www.facebook.com/TimorLesteNews/photos/a.1209560725725053.1073741828.945014962179632/1493209890693467/?type=3....mohon dibaca Mozes Adiguna

    ReplyDelete
  12. yah udah,,, terserah penulislah mau tulis bagaimana saja suka-suka penulis... tapi penulis tidak bisa merubah sejarah bahwa TImor Leste sudah berpisah dari Republik Indonesia, dan menjadi negara sendiri.. penulis jangan jadi orang yang gagal "move on" atau kelompok "sumbu pendek" karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa Timor Leste adalah negara merdeka...Toh setiap negara punya masalah dalam negeri nya sendiri,, Timor Leste masih berjuang untuk menuntaskan kemiskinan yg mencapai 40%, sumber daya manusia yg masih minim, infrastruktur yg berkurang krn di bumi hanguskan oleh pihak TNI dan Milisi pada tahun 1999. Indonesia pun begitu, masih untuk memberantas korupsi yg masih merajalela, radikalisme, terorisme, memperbaiki infrastruktur khususnya di kawasan Indonesia timur yg masih ketinggalan jauh dari jawa,menyelesaikan masalah HAM di papua, masalah Munir yg katanya dokumen pemeriksaan kasusnya di "hilang" kan oleh presiden RI sebelumnya, dan juga kasus yg sekarang menjerat gubernur DKI mengenai "penistaan agama", yang menurut saya adalah penuh dengan muatan politis agar kaum minoritas tidak bisa jd pemimpin di Indonesia.

    ReplyDelete
  13. Mozes Adiguna there's no point for your article,if you worry for Timor-Leste please I ask you need study more before you posting this article .

    ReplyDelete
  14. Hahahahaha... dasar kacang lupa kulit sekali kalian...
    Timor Leste negara miskin??? Wow sebenarnya artikel yg anda tulis itu hanya artikel kuno dari tahun 2004 dan itu pun bukan hasil survei sendiri, itu dari orang lain
    Sedangkan membicarakan soal kemiskinan di Timor Leste dan Indonesia, sebenarnya yg sekarang miskin itu Indo bukan Tiles..
    Karna Timor-Leste ngak ada pengemis di jalanan, ngak ada yg tinggal di kolong jembatan atau rel kreta.
    Maioritas dari rakyat Timor Leste dari tua sampe yg muda semuanya punya rumah masing2 dan bahkan org gila di Tiles pun tau rumah mereka dimana...
    Mungkin iya klo kami masih minim di masalah pendidikan dan kesehatan... tapi masalah uang atau mata uang kami tidak pernah menunjukkan bahwa kami negara miskin... dulu memang iya BBM kami sangat naik tapi sekarang tdk lagi..
    Mengenai kendaraan di Timor-Leste jangan bandingin sama Indonesia yah.. soalnya ngak level sama orang Timor... Timor Leste punya high taste soal kendaraan
    Jdi artikel yang anda tulis ini sangatlah tidak berguna ��

    ReplyDelete
  15. yang penting sekarnag timor leste telah menjadi negara demokrat.

    ReplyDelete
  16. Saya merasa heran. Mengapa artikel saya ini selama dua hari terakhir tiba2 menjadi booming di antara orang2 Timor Leste? Padahal artikel ini dipublikasikan hampir 4 tahun yang lalu. Mengapa artikel ini yang paling banyak dikomentari? Mengapa bukan artikel yang lain?

    ReplyDelete
  17. ijin nyimak.merah putih : darah tulangku ujar erico guteres

    ReplyDelete