Mengaku Kristen tapi Menolak Salib

Ketika saya masih menempuh semester 4, saya bersama sejumlah teman kampus saya setiap minggu mengadakan semacam KTB (kelompok tumbuh bersama) dengan Pak AJ yang adalah seorang pendiri sebuah organisasi mahasiswa lintas agama. Salah satu kawan saya yang selalu hadir dalam KTB itu adalah ketua BEM kampus saya yang berinisial CH. Pada suatu kali, dia bercerita tentang pembantu di kosnya yang bertanya-tanya tentang pajangan salib yang tergantung di dinding kosnya yang tentu saja akhirnya mengarah kepada pembicaraan tentang iman Kristen. Selesai dia bercerita, Pak AJ bertanya : "Itu salibnya boleh dicopot gak?" Mendengar pertanyaan beliau tersebut, saya langsung bereaksi menunjukkan ketidaksetujuan saya. Beliau pun langsung menyanggah bahwa penggunaan simbol salib berasal dari Tentara Salib (para Crusader) ketika Perang Salib. Kemudian beliau juga mengatakan yang intinya simbol salib adalah simbol yang sensitif bagi orang Muslim. Saya memilih diam daripada lanjut menyanggah pendapatnya yang nantinya akan menjadi sebuah perdebatan.

Mari kita lihat apakah pendapat beliau benar atau tidak. Mari kita lihat kutipan dari www.nasrani.net dari artikel yang berjudul "Analogical Review on Saint Thomas Cross - The Symbol of Nasranis - Interpretation of the Inscriptions" :

"In the beginning of Christianity cross may have appeared in Christian homes as an object of religious veneration, although there is no such monument of the earliest Christian art has been preserved. This is partly due to the persecution, Christianity had to face in the initial centuries. It appears with archaeological proofs that Fish was another widely used secret symbol of Christianity during those haunted days."

Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa orang-orang Kristen sedari awal sudah menggunakan simbol salib. Karena simbol salib itulah justru mereka menjadi sasaran penganiayaan dan karena penganiayaan tersebut simbol salib hanya dapat ditemukan di dalam rumah, di tempat yang tidak dapat dilihat banyak orang. Untuk menyembunyikan identitas mereka dan menghindarkan mereka dari penganiayaan, sebagai gantinya orang-orang Kristen mula-mula memakai simbol ikan sebagai simbol rahasia komunitas Kristen. Ikan dalam bahasa Yunani disebut "ichthus" (ιχθυς). ICHTHUS atau ICHTHYS (ΙΧΘΥΣ) oleh orang-orang Kristen mula-mula dijadikan akronim dari Iesous CHristos, THeou Yios, Soter (Yesus Kristus, Anak Tuhan, Juruselamat).

Pernyataan ini dikonfirmasi oleh manuskrip tulisan Marcus Minucius Felix, apologet Kristen orang Berber (bangsa asli Afrika Utara), yang berjudul Octavius. Manuskrip tersebut adalah bukti bahwa salib telah diasosiasikan dengan orang-orang Kristen sejak abad ke-2 Masehi sebagaimana diindikasikan oleh argumen-argumen dari kelompok anti Kristen. Octavius adalah tulisan yang berisi dialog antara seorang pagan bernama Caecilius Natalis dengan seorang Kristen bernama Octavius Januarius. Orang-orang Kristen mulai menggunakan simbol salib secara bebas pada abad ke-4 Masehi setelah Kaisar Konstantinus I memutuskan memeluk agama Kristen bahkan meresmikan Kekristenan sebagai agama negara Roma. Agar lebih meyakinkan, saya tampilkan gambar salib yang ditemukan di salah satu gereja peninggalan Rasul Thomas di India. Prasasti yang terbuat dari granit ini diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi.

Prasasti dengan gambar salib yang ditemukan di India Selatan

Tulisan dan gambar salib di atas adalah bukti bahwa salib telah menjadi identitas Kristen sejak semula. Penggunaan simbol salib oleh orang-orang Kristen telah ada jauh sebelum Paus Urbanus II mengumumkan perang suci untuk merebut Tanah Suci dari tangan orang-orang Muslim. Salib bukanlah simbol kebencian atau simbol perang. Salib adalah simbol pengorbanan dan cinta kasih Tuhan. Frater John Edward dari Gereja Ortodoks Koptik mengatakan ada tujuh alasan mengapa mereka menggunakan tanda salib :
1. Yesus sendiri dalam ajaran-ajarannya menyatakan salib itu sesuatu yang penting (Ayat rujukan : Matius 10 : 38)
2. Para rasul sudah memberikan contoh kepada para pengikutnya tentang pentingnya salib (Ayat rujukan : Galatia 6 : 14)
3. Salib mengingatkan kita kepada kasih Allah
4. Salib membantu kita memahami tentang keilahian dan kemanusiaan di dalam diri Kristus
5. Kita diingatkan senantiasa bahwa Kristus telah menjadi pengganti kita untuk keselamatan kita
6. Jika kita fokus pada salib Kristus, kita akan dikuatkan dalam menghadapi setan dan menyembuhkan orang yang sakit
7. Salib mengingatkan kita akan janji Tuhan bahwa jika kita mati di dalam Tuhan kita akan diselamatkan

Seiring berjalannya waktu, saya merasa semakin tidak nyaman bahkan saya pernah merasa sebal dengan tingkah laku beberapa anggota Muslim di organisasi lintas agama yang saya ikuti. Bahkan saya juga difitnah sebagai sosok yang anti Islam oleh orang-orang munafik yang mengaku sebagai "agen perdamaian" tersebut. Tatkala saya menceritakan hal ini ke Pak IP (ketua cabang provinsi Jawa Timur saat itu), jawaban yang saya dapat pun mengecewakan. Beliau hanya mengatakan bahwa inilah "salib" yang harus saya pikul. Beliau mengakui sendiri di depan mata saya bahwa beliau memang memperlakukan anggota yang Muslim dengan yang Kristen berat sebelah dan beliau merasa tidak bersalah dengan hal itu. Mereka mengatakan bahwa kita harus memikul salib tetapi mereka sendiri anti dengan simbol salib. Susah memang berhadapan dengan orang macam mereka. Mereka hanya mau menerima apa yang sesuai dengan pemikiran mereka khususnya yang dapat menyenangkan hati kawan-kawan Muslim. Mereka sendiri bersikap cari aman.

Kini saya mengerti mengapa anggota-anggota yang beragama Kristen satu per satu menghilang dari organisasi tersebut. Tidak mengherankan juga jika banyak anak Kristen yang setelah ikut peace camp (bisa dikatakan sebagai camp pengkaderan organisasi) tidak mau lanjut aktif di organisasi itu. Anggota-anggota yang Kristen diperlakukan sebagai anggota kelas dua sedangkan anggota-anggota yang Muslim termasuk mereka yang pemikirannya "keras" diperlakukan secara istimewa. Anggota-anggota yang Kristen dituntut untuk sepemikiran dengan pemikiran Pak AJ dan Pak IP sedangkan anggota-anggota yang Muslim bebas memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain. Kita orang Kristen memang harus siap menderita tetapi ini bukan berarti mereka berhak untuk bersikap tidak adil. Apakah mereka tidak pernah membaca 1 Korintus 6 : 9 yang berkata : "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah?"

Siapakah sebenarnya Pak AJ dan Pak IP ini? Keduanya memang sama-sama mengaku orang Kristen. Akan tetapi, mereka lebih sering menyebut diri "pengikut Isa". Mereka kurang suka menyebut nama "Yesus" dan lebih suka menyebut namaNya dengan nama "Isa". Saya menciptakan istilah sendiri untuk kelompok mereka yaitu "Pengikut Isa" atau "Isaist". Kedua orang ini juga adalah dosen. Pak AJ adalah mantan dosen filsafat agama di sebuah kampus Kristen di Surabaya sedangkan Pak IP adalah dosen hukum di sebuah kampus negeri di kota yang sama. Mereka dulu (mungkin sampai sekarang) aktif bergerilya ke kampus-kampus mencari mahasiswa Kristen untuk mereka rekrut dengan dalih "menjalankan Amanat Agung". Meminjam istilah dari salah satu kawan saya yang mendukung mereka, mereka pantas disebut sebagai "duri dalam daging Kekristenan". Kedengarannya terlalu pedas sebutan itu tetapi Alkitab sendiri mengatakan bahwa akan muncul penyesat-penyesat di akhir zaman. Di Matius 18 : 7 tertulis "Celakalah dunia dengan segala penyesatannya : memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya."

Jika Anda mengatakan bahwa saya sedang mencemarkan nama baik seseorang, saya tidak bisa dibilang sedang mencemarkan nama baik karena saya tidak menyebut nama secara lengkap dan menggantinya dengan inisial. Saya juga tidak menyebutkan nama-nama institusi yang bersangkutan. Tulisan ini diperuntukkan bagi Anda yang mengaku percaya Yesus dan memiliki kerinduan untuk menyelamatkan generasi muda Kristen dari penyesat-penyesat yang muncul di akhir zaman. Sebagai penutup, saya punya pesan bagi para pengikut Isa yang alergi dengan simbol salib : Wahai para pengikut Isa, salib adalah jati diri kami sebagai orang Kristen! Kami juga tidak sudi Yesus kami disamakan dengan Isa! Sampai kapanpun salib akan terus menjadi identitas kami sampai kami mati! Kami mati oleh salib Kristus dan hidup oleh salib Kristus! Terpujilah Tuhan Yesus! Amin!

Membongkar Cocoklogi Karakter di dalam Alkitab dan Alquran

Ketika saya masih aktif di organisasi perdamaian lintas agama, jabatan ketua cabang provinsi Jawa Timur dipegang oleh seorang dosen hukum di sebuah universitas negeri di Surabaya, sebut saja inisialnya IP (kabarnya beliau sekarang naik jabatan sebagai pembina provinsi padahal dulu tidak ada jabatan pembina). Pada suatu ketika di tahun 2015, Pak IP mengirimkan gambar di grup Line tabel nama nabi Islam dan persamaannya dengan tokoh di Alkitab. Ada 25 nabi yang wajib diimani oleh orang Muslim karena 25 nabi tersebut namanya tertera di dalam Alquran. Sebagai seseorang yang suka menganalisis sejarah, saya tentu pernah membaca kisah para nabi yang diyakini umat Islam serta tokoh-tokoh yang ada di dalam Alkitab. Saya merasa beberapa persamaan nama nabi Islam dengan tokoh di Alkitab yang ada di gambar tabel yang dikirimkan Pak IP tersebut hanyalah cocoklogi. Cocoklogi adalah paham yang suka mencocokkan segala sesuatu yang terkadang tidak ada kaitannya sama sekali.

Pada bulan November 2017, salah seorang kawan organisasi saya dari Medan tiba-tiba bertanya kepada saya melalui Whatsapp. Dia bertanya mengapa terjadi perbedaan nama karakter di Alquran dengan di Alkitab padahal nama-nama tersebut merujuk kepada orang yang sama. Saya jawab dengan jujur bahwa ada beberapa nama yang hanya cocoklogi dan ada beberapa nama yang saya ragukan persamaannya. Saya tidak habis pikir mengapa banyak orang menerima persamaan-persamaan tersebut secara taken for granted alias menerima secara mentah-mentah. Mereka tidak pernah meng-crosscheck dari kisah-kisahnya apakah nama-nama tersebut benar-benar merujuk kepada sosok yang sama. Saya tetap mengakui bahwa ada beberapa nama yang tidak terbantahkan merujuk kepada pribadi yang sama, seperti Avraham (אברהם) dan Ibrahim (إبراهيم), Mosheh (משׁה) dan Musa (موسى), David (דוד) dan Dawud (داود). Sungguh disayangkan, demi membangun persahabatan antar umat beragama, mereka rela mengorbankan kebenaran.

Orang-orang Muslim meyakini bahwa setiap kaum atau bangsa pernah diutus nabi oleh Allah kepada masing-masing kaum atau bangsa agar mereka menyembah kepada satu Tuhan sedangkan nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Berbeda dengan Alkitab yang kisah-kisah di dalamnya diceritakan begitu detil, kisah-kisah di dalam Alquran diceritakan samar-samar dan tidak detil. Alquran dapat dikatakan seperti puisi sehingga wajar jika isinya tidak detil dan bersifat samar-samar. Selain itu, kisah-kisah di dalam Alquran tidak diceritakan secara kronologis seperti Alkitab dan kisah satu nabi di dalam Alquran tidak terkumpul di satu surah saja tetapi tersebar di beberapa surah. Sebagai contoh, kisah Nabi Ibrahim tidak hanya ada di surah Ibrahim tetapi juga ada di surah Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa, Al An'am, At Taubah, dan surah-surah lainnya. Maka dari itu, untuk memahami Alquran dibutuhkan tafsiran-tafsiran dari para ulama terdahulu.

Untuk itu, saya menggunakan tafsiran Ismail bin Umar bin Katsir Al Quraisyi Al Bushrawi Ad Dimasyqi atau yang dikenal dengan nama "Ibnu Katsir". Ibnu Katsir adalah seorang mufasir Alquran sekaligus sejarawan yang hidup di abad 14. Tafsirannya menjadi rujukan sebagian besar orang Muslim di seluruh dunia. Karena Ibnu Katsir merupakan ulama dari mazhab Syafi'i, penggunaan tafsirannya menjadi semakin relevan mengingat mayoritas orang Muslim di Indonesia bermazhab Syafi'i. Akan tetapi, saya tidak menggunakan kitab "Tafsir Ibnu Katsir" yang berjilid-jilid sebagai referensi tulisan ini. Saya menggunakan kitab "Qashashul Anbiya" karya Ibnu Katsir sebagai sumber informasi. Kitab "Qashashul Anbiya" sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Kisah Para Nabi dan Rasul". Agar tidak terlalu panjang, kisah-kisah tokoh yang akan dibahas akan diceritakan secara singkat. Ada empat persamaan ngawur yang akan dibongkar dalam tulisan ini : Zulkifli dengan Yehezkiel, Hud dengan Eber, Shalih dengan Selah, Syu'aib dengan Yitro.

Sampul depan kitab "Kisah Para Nabi dan Rasul" terjemahan Indonesia

Zulkifli dan Yehezkiel
Zulkifli atau Dzul-kifl (ذو الكفل) memiliki arti "orang yang memiliki kesanggupan". Nama aslinya adalah Basyar. Zulkifli adalah anak Nabi Ayyub yang selamat dari bencana runtuhnya rumah Nabi Ayyub yang menewaskan semua anak Ayyub. Pada suatu hari, ada seorang raja yang bernama Al Yasa. Sang raja sudah sangat tua dan tidak punya keturunan untuk menggantikannya. Raja Al Yasa memutuskan untuk mengadakan sayembara. "Barangsiapa menerima tiga permintaanku, maka akan aku jadikan penggantiku : puasa di siang hari, shalat di malam hari, dan menahan amarahnya," kata raja kepada rakyatnya. Semua orang terdiam. Seorang pemuda bernama Basyar bangkit dan menjawab : "Aku." Raja Al Yasa bertanya : "Apakah kamu sanggup puasa di siang hari, shalat di malam hari, dan menahan amarah?" Dengan tegas, pemuda tersebut menjawab : "Ya." Dari peristiwa itulah, Basyar mendapatkan gelar "Zulkifli" karena kesanggupannya. Zulkifli akhirnya menggantikan Al Yasa menjadi raja untuk bangsa Amori. Meskipun dia sudah berkuasa, Zulkifli tetap memenuhi tiga hal yang diminta oleh pendahulunya. Ketika terjadi pemberontakan di negerinya, Zulkifli meminta rakyatnya untuk berperang tetapi mereka semua takut mati. Mereka bersedia berperang asalkan raja berdoa kepada Allah supaya mereka semua tidak ada yang mati. Zulkifli memenuhi permintaan rakyatnya dan Allah mengabulkan doa Zulkifli. Mereka memenangkan perang dan tidak ada satu pun prajurit Zulkifli yang gugur.

Yehezkiel atau Yehezqel (יהזקאל) adalah nabi Yahudi yang mendapatkan penglihatan kehancuran Yerusalem dan Bait Suci Pertama. Tuhan berbicara kepada Yehezkiel bahwa Dia akan menghukum Kerajaan Yehuda karena bangsa Israel meninggalkan Tuhan dan menyembah dewa-dewi bangsa lain. Pada saat itu bangsa Israel terpecah menjadi Kerajaan Israel di utara dan Kerajaan Yehuda di selatan. Penglihatannya tersebut terbukti ketika pasukan Babilonia melancarkan invasi terhadap Kerajaan Yehuda. Serangan ini disebabkan oleh keputusan Raja Yoyakim yang menghentikan pemberian upeti kepada Raja Nebukadnezar II. Pada tahun 597 SM, pasukan Babilonia mengepung ibukota Yerusalem. Ibukota Yerusalem akhirnya jatuh ke tangan Raja Nebukadnezar II dan penduduk Yerusalem menjadi tawanan. Dia menyaksikan penglihatannya tersebut tergenapi. Yehezkiel beserta 10 ribu orang Yehuda lainnya menjadi tawanan dan dibawa ke Babilonia. Yehezkiel pun menjadi nabi bagi orang-orang Israel di pengasingan. Selain mendapatkan penglihatan kehancuran Yerusalem, dia juga mendapatkan penglihatan pemulihan tulang belulang menjadi manusia kembali, penyerangan Gog dari Magog terhadap Israel, dan pembangunan Bait Suci Ketiga. Yehezkiel meninggal di tahun 571 SM dan jenazahnya dimakamkan di kota Kifl (sekarang berada di wilayah Irak).

Lukisan yang menggambarkan rakyat Israel ditawan oleh pasukan Babilonia

Dari penjelasan tentang Yehezkiel di atas, kita dapat mengetahui bahwa dasar cocoklogi Zulkifli dan Yehezkiel kemungkinan hanya berdasarkan lokasi makam Yehezkiel. Padahal kata "kifl" pada nama Dzul-kifl tidak merujuk kepada nama tempat. Malah ada yang berpendapat bahwa Zulkifli sama dengan Siddhartha Gautama karena kata "kifl" merujuk kepada Kapilawastu. Saya tidak akan membahas lebih jauh cocoklogi Zulkifli dengan Siddhartha Gautama. Perbedaan Zulkifli dan Yehezkiel yang paling mencolok adalah perbedaan etnis dan jabatan. Zulkifli adalah orang Amori yang merupakan keturunan Esau sedangkan Yehezkiel adalah orang Israel yang merupakan keturunan Yakub. Meskipun mereka sama-sama diakui sebagai nabi, Zulkifli menjadi seorang raja sedangkan Yehezkiel tidak menjadi seorang raja justru menjadi rakyat jajahan. Selain perbedaan etnis dan jabatan, jarak waktu antara Ayub hingga Yehezkiel sendiri ada lebih dari seribu tahun!

Menurut Wikipedia, penafsiran bahwa Zulkifli adalah Yehezkiel berasal dari pendapat Nasir Al Din Al Baydawi yang akhirnya cocoklogi ini diterima oleh banyak orang. Kemungkinan besar cendikiawan Muslim dari abad 13 ini melandaskan tafsirannya pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Al A'masy dari Abdullah bin Abdullah dari Sa'd dari Ibnu Umar bahwa ia pernah mendengar hanya sekali atau dua kali Rasulullah bersabda : "Dzul Kifli adalah salah seorang nabi Bani Israil yang tidak pernah melakukan dosa..." Hadits tersebut dinyatakan dha'if (lemah) oleh Ibnu Katsir satu abad kemudian. Ibnu Katsir juga mencatat Yehezkiel sebagai salah satu nabi Islam tetapi tidak dengan nama "Zulkifli" melainkan "Hizqil". Hizqil dan Zulkifli adalah dua nabi yang berbeda. Nama "Hizqil" secara filologis lebih dekat dengan nama "Yehezqel" dibandingkan "Zulkifli" atau "Basyar". Jadi kesimpulannya Yehezkiel atau Hizqil dan Zulkifli adalah dua sosok yang berbeda.

Hud dan Eber serta Shalih dan Selah
Nabi Hud (هود) dan Nabi Shalih (صالح) adalah dua orang nabi dari bangsa Arab. Hud diutus untuk kaum Ad sedangkan Shalih diutus untuk kaum Tsamud. Ad dan Tsamud merupakan dua suku Arab kuno atau lebih tepatnya Arab Ba'idah. Bangsa Arab berdasarkan asal usulnya diklasifikasikan menjadi tiga macam :
Arab Ba'idah yakni kaum Arab terdahulu yang sejarahnya sudah sulit dilacak
Contoh suku : Ad, Tsamud, Madyan, Judais, Thasam, Imlaq
Arab Aribah yakni kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya'rub bin Yasyjun bin Qahthan
Contoh suku : Zaid Al Jumhur, Qudha'ah, Azdi, Khazraj, Lakham, Hamdan
Arab Musta'ribah yakni kaum Arab yang berasal dari keturunan Adnan bin Ismail bin Ibrahim
Contoh suku : Tamim, Tsaqif, Quraisy


Kaum Ad mendirikan kota Iram yang terletak di daerah selatan Semenanjung Arab. Kota Iram merupakan kota yang sangat maju pada masanya dan memiliki bangunan-bangunan yang tinggi. Sama seperti kaum lainnya, kaum Ad juga menyembah berhala. Patung-patung mereka ada tiga macam : Shadan, Shamud, Hira. Mereka tidak meyakini adanya Hari Kebangkitan, mereka percaya mereka akan kembali ke dunia 36 tahun setelah mereka meninggal.

Hud diutus oleh Allah untuk memperingatkan kaum Ad agar menyembah hanya kepada Allah. "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepadaNya?" seru Hud (QS 7 : 65). Namun para pemuka kaumnya justru berbalik mengatakan : "Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta" (QS 7 : 66). Hud juga mengecam pembangunan bangunan-bangunan tinggi yang digunakan untuk menyombongkan diri. Ketika Hud memperingatkan mereka akan azab Allah yang akan menimpa mereka jika tidak mau bertobat (QS 7 : 67-69), mereka justru menantang balik agar azab segera ditimpakan kepada mereka jika Hud termasuk orang yang benar (QS 7 : 70). Akhirnya Allah pun mengazab kaum Ad dengan hawa panas sehingga terjadi kekeringan. Sumur dan sungai menjadi kering, tanaman menjadi mati, hujan tidak turun dalam waktu lama, dan orang-orang Ad merasakan haus yang luar biasa. Ketika melihat sebuah awan menghampiri mereka, mereka bersukacita karena akhirnya dapat melepas dahaga yang mereka rasakan selama ini. Awan tersebut ternyata hanya membawa angin. Akhirnya kaum Ad dibinasakan dengan angin dingin yang sangat kencang selama delapan hari tanpa henti (QS 69 : 6-7). Hud beserta orang-orang Ad yang mengikutinya selamat.

Para ulama sepakat bahwa kaum Tsamud adalah kaum yang muncul setelah kaum Ad dibinasakan. Kaum Tsamud awalnya tinggal di selatan Jazirah Arab. Lalu mereka bermigrasi ke arah utara dekat perbatasan Yordania saat ini dan mendirikan kota bernama Al Hijr (sekarang Mad'ain Shalih). Berbeda dari kota Iram, bangunan-bangunan kota Al Hijr dibangun di cadas. Mereka memahat bukit batu menjadi tempat tinggal mereka dan membuat lorong-lorong untuk menghubungkan setiap bangunan mereka.

Pada suatu hari, Shalih mendatangi pertemuan para pemimpin Tsamud dan menasihati mereka untuk beribadah hanya kepada Allah. Mereka pun bertanya kepada Shalih : "Sanggupkah kamu mengeluarkan untuk kami seekor unta betina dari batu ini?" Mereka menunjuk sebuah batu dan menyebutkan ciri-ciri unta yang mereka kehendaki. Shalih mengajukan syarat akan memenuhi permintaannya asalkan mereka mau beriman kepada Allah. Mereka pun setuju. Lalu Shalih shalat kepada Allah meminta Allah mengabulkan permintaan mereka. Allah mengabulkan permintaan mereka dan keesokan harinya orang-orang takjub melihat kemunculan unta betina bunting dari sebuah batu. Shalih memeringatkan kaum Tsamud untuk tidak mengganggu unta tersebut atau Allah akan menimpakan azab kepada mereka (QS 11 : 64). Orang-orang Tsamud akhirnya membunuh unta betina tersebut dan menantang peringatan nabi (QS 7 : 77). Kemudian Shalih memberitahukan bahwa mereka memiliki tiga hari untuk bersenang-senang sebelum diazab oleh Allah atau tiga hari untuk bertobat (QS 11 : 65). Mereka justru mengejek Shalih dengan terus menanyakan kapan datangnya azab. Di hari keempat, muncul suara mengguntur dari langit (QS 11 : 67) dan gempa dari bawah (QS 7 : 78). Mereka semua tewas, kecuali seorang budak perempuan yang kakinya lumpuh. Budak tersebut tiba-tiba mampu berlari kencang hingga mencapai sebuah perkampungan. Dia mengabarkan bencana yang menimpa kaumnya dan meminta minum. Setelah dia minum, dia pun mati.

Bangunan-bangunan peninggalan peradaban Tsamud di Mad'ain Shalih (Arab Saudi)

Dua persamaan ini dibahas dalam satu pembahasan karena saling berkaitan. Selah dan Eber adalah ayah dan anak dan mereka berdua dicocoklogikan dengan dua nabi Islam, Shalih dan Hud. Teori yang mengatakan bahwa Nabi Hud sama dengan Eber dan Nabi Shalih sama dengan Selah dapat dikatakan terlalu berani. Pasalnya baik Eber dan Selah tidak diceritakan kisah hidupnya di dalam Alkitab selain disinggung di silsilah bangsa-bangsa pada kitab Kejadian (Bereshit). Untuk membantu para pembaca lebih mudah memahami kejanggalannya, saya jabarkan dalam bentuk premis-premis berikut :

Premis 1 :
Eber adalah anak Selah

Premis 2 :
Hud sama dengan Eber
Shalih sama dengan Selah

Premis 3 :
Hud berdakwah untuk kaum Ad
Shalih berdakwah untuk kaum Tsamud

Premis 4 :
Kaum Tsamud adalah kaum yang muncul sesudah kaum Ad


Menurut silsilah di kitab Kejadian, Eber adalah anak Selah. Menurut tafsiran para ulama, kaum Tsamud merupakan kaum yang muncul setelah kaum Ad. Itu artinya kaum Ad ada terlebih dulu sebelum kaum Tsamud. Lucunya sang bapak, Selah, justru berdakwah kepada kaum yang baru muncul sesudah kaum yang didakwahi oleh sang anak, Eber. Menurut Kejadian 11 : 14, jarak usia antara Selah dan Eber hanya 30 tahun. Selain itu, Selah dikatakan hidup hingga usia 433 tahun dan Eber hidup hingga 464 tahun. Jika Shalih dan Hud adalah ayah dan anak, anehnya di dalam Alquran maupun di dalam tafsiran tidak diceritakan sama sekali bahwa Hud pernah bertemu dengan Shalih maupun sebaliknya. Bukti paling jelas bahwa Shalih dan Hud bukan ayah dan anak, tidak seperti Selah dan Eber, dapat dilihat dari nasab kedua nabi tersebut yaitu Shalih bin Abir bin Auf bin Masih bin Ubayd bin Hadzir bin Tsamud bin Iram dan Hud bin Abdullah bin Raya bin Khulud bin Ad bin Iram.

Syu'aib dan Yitro
Nabi Syu'aib (شعيب) diceritakan berdakwah untuk penduduk Madyan. Masyarakat Madyan suka tidak jujur dalam berdagang dengan mengurangi takaran dan timbangan. Mereka juga suka merampok dan memeras orang-orang yang lewat di jalanan. Mungkin merekalah preman-preman pertama di dunia. Kaum Madyan diceritakan menyembah berhala bernama Al Aykah. Al Aykah sebagai berhala orang-orang Madyan bukan berupa patung seperti berhala pada umumnya melainkan sebatang pohon yang dikelilingi ilalang. Syu'aib pun menasihati kaumnya agar tidak bersikap curang dalam berdagang serta meminta mereka untuk menyembah Allah (QS 11 : 84-86). Orang-orang Madyan menjadi sebal dan berkata kepada nabi : "Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami? Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal" (QS 11 : 87). Perkataan mereka sebenarnya merupakan sebuah ejekan untuk sang nabi. Singkat cerita, mereka ditimpa gempa dan menjadi mayat-mayat bergelimpangan di dalam rumah mereka (QS 7 : 91). Ibnu Katsir menceritakan bahwa mereka yang berlarian keluar dari tempat tinggal mereka dihujani percikan api dan anak panah api.

Menurut kitab Keluaran (Shemot), Yitro (יתרו) adalah mertua Musa dan seorang imam di Midian. Ketika Musa berusia 40 tahun, dia pergi keluar untuk melihat saudara-saudara sebangsanya yang menjadi budak. Ketika dilihatnya tidak ada siapapun yang melihat, Musa membunuh orang Mesir yang sedang menyiksa seorang budak Israel. Musa pun segera mengubur mayat orang Mesir itu. Keesokan harinya, Musa menemui dua orang Israel sedang berkelahi. Tatkala Musa mencoba menengahi, salah seorang di antaranya berkata : "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?" Apa yang dilakukan Musa akhirnya terdengar sampai telinga Firaun dan Musa melarikan diri ke Tanah Midian dan tinggal di sana selama 40 tahun. Musa menikah dengan Zipora, putri Yitro. Zipora melahirkan dua anak laki-laki bagi Musa yaitu Gersom dan Eliezer. Ketika Musa berhasil membawa bangsa Israel melewati Laut Teberau, Yitro masih hidup dan sempat menemui Musa. Yitro datang bersama Zipora dan kedua anak Musa. Musa pada saat itu sudah berumur 80 tahun. Yitro memberitahu Musa untuk memilih orang-orang cakap dari bangsa Israel untuk membantunya menyelesaikan perkara-perkara yang muncul di antara bangsa itu.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Syu'aib adalah Yitro tetapi ada sebagian yang berpendapat bahwa Syu'aib dan Yitro adalah dua orang yang berbeda termasuk Ibnu Katsir. Ada yang berpendapat bahwa mertua Musa juga bernama Syu'aib namun beda dengan Syu'aib nabi kaum Madyan dan salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu Katsir. Di kalangan ulama yang meyakini Nabi Syu'aib adalah Yitro, mereka berselisih pendapat soal nasab Syu'aib sebagai keturunan Madyan, putra keempat Ibrahim. Seolah ada missing link antara Syu'aib dan Madyan. Kita sendiri perlu meragukan apakah benar Syu'aib adalah keturunan Madyan. Pasalnya menurut Kejadian 25 : 2, Midian lahir dari istri ketiga Abraham, Ketura, yang dinikahi setelah Sarah meninggal sedangkan menurut QS 11 : 89, Syu'aib hidup tidak jauh dari peristiwa hancurnya kota Sadum.

Di antara Madyan dan Syu'aib terdapat missing link

Jika Madyan adalah keturunan anak keempat Ibrahim, maka otomatis Madyan sebagai suku Arab Ba'idah adalah suku yang muncul setelah Arab Musta'ribah karena Ismail sudah lebih dulu tinggal di Tanah Arab. Selain itu, jarak waktu antara kelahiran Madyan dan kehancuran Sadum lebih jauh daripada pengusiran Ismail. Itu baru dibandingkan dengan kelahiran Madyan, belum dibandingkan dengan kelahiran Syu'aib. Ini tidak masuk akal. Satu-satunya jalan keluar, mau atau tidak, suka atau tidak, kita harus mengatakan bahwa ada Madyan Lama dan Madyan Baru. Sama seperti di dalam sejarah Mesir Kuno, ada Kerajaan Lama dan Kerajaan Baru. Keturunan Madyan, putra Ibrahim, adalah kaum Madyan Baru sedangkan Syu'aib berasal dari kaum Madyan Lama.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Syu'aib bukanlah mertua Musa. Syu'aib hidup tidak jauh dari peristiwa kehancuran kaum Luth. Luth adalah keponakan Ibrahim sedangkan Musa adalah generasi keempat orang Israel yang tinggal di Mesir. Kakek buyut Musa adalah Lewi, kakak ketiga Yusuf (perdana menteri Mesir). Yusuf sendiri adalah cicit Abraham. Lot sebagai keponakan Abraham dianggap satu generasi dengan Ishak. Jika Syu'aib dianggap satu generasi dengan Luth, maka jarak antara Syu'aib dengan Musa adalah enam generasi! Kalau Syu'aib benar-benar adalah Yitro, maka pada usia berapakah Syu'aib bikin anak Zipora? Zipora ketika dinikahi oleh Musa pasti sudah sangat tua. Kok mau ya Musa yang merupakan seorang pangeran Kerajaan Mesir dan masih muda menikahi nenek-nenek reyot seperti kisah cinta Slamet dan Nenek Rohaya? Kita tidak dapat mengatakan bahwa Syu'aib dan Yitro adalah sosok yang sama hanya karena sama-sama berasal dari daerah Midian. Alquran terjemahan Indonesia sendiri tidak menafsirkan bahwa mertua Musa adalah Syu'aib dan hanya menafsirkan mertua Musa adalah syeikh Madyan yang tidak diketahui namanya.

Alquran terjemahan Indonesia tidak menafsirkan bahwa mertua Nabi Musa adalah Nabi Syu'aib

Tulisan saya ini mungkin membuat panas hati sebagian orang. Sebagian orang mungkin akan saya menuduh saya sedang merusak persahabatan antara dua agama dengan jumlah umat terbesar di dunia. Jika Anda mau membaca dengan kepala dingin dan dengan hati yang tulus, Anda akan menyadari bahwa saya secara tidak langsung sedang menyelamatkan wajah Islam dari tuduhan mencontek kisah-kisah yang ada di Alkitab. Saya sering menjumpai dalam perdebatan-perdebatan agama netizen Kristen "menyerang" netizen Muslim dengan tuduhan bahwa Alquran mencontek Alkitab. Jadi mulai dari sekarang, baik Anda adalah orang Kristen maupun orang Muslim, berhentilah menyama-nyamakan karakter-karakter di dalam kedua kitab suci. Bagi Anda yang Kristen, jika Anda tetap bersikukuh bahwa semua nabi Islam ada di dalam Alkitab, maka Anda juga harus mengakui bahwa ada ayat-ayat tentang Nabi Muhammad di dalam Alkitab. Bagi Anda yang Muslim, jika Anda tetap bersikeras bahwa semua nabi Islam ada persamaannya dengan tokoh di dalam Alkitab, maka Anda harus siap jika nabi terakhir Anda dianggap mencontek dan mengubah-ubah kisah-kisah dari kitab suci orang lain. Padahal Ibnu Katsir dalam tafsirannya banyak menolak kisah-kisah Israiliyyat (kisah-kisah yang berasal dari orang-orang Yahudi). Semakin Anda berusaha mencocokkan, semakin dalam Anda akan terjebak ke dalam jurang dilema. Biarlah yang berbeda tetap berbeda. Marilah kita menjalin persahabatan antar umat beragama tanpa mengorbankan kebenaran.

Pantaskah Orang Kristen Menyebut Yesus dengan Nama Isa?

Ketika saya masih menduduki bangku kuliah, saya pernah ikut sebuah organisasi perdamaian lintas agama. Organisasi tersebut hanya beranggotakan pemuda-pemudi Muslim dan Kristen. Ketika saya menempuh semester 4 hingga semester 5, saya dan sejumlah teman kampus saya setiap minggu bertemu dengan pendiri organisasi tersebut yang mengaku sebagai orang Kristen, sebut saja dengan inisial AJ. Pak AJ mendorong kami untuk menjalankan "penginjilan" dengan caranya yang kini saya sadari tidak Alkitabiah. Kami diajarkan untuk membiasakan diri menyebut Yesus dengan nama "Isa", menyebut kata "Allah" mengikuti pelafalan orang Muslim, dan berdoa dengan menengadahkan tangan bukan melipat tangan. Beliau memiliki pemikiran bahwa untuk mendapatkan jiwa-jiwa orang Muslim kita harus menjadi serupa dengan orang Muslim. Satu-satunya hal yang saya setuju dengan beliau hingga hari ini adalah belajar bahasa asli Alkitab yaitu bahasa Ibrani dan bahasa Yunani sangatlah penting.

Pada suatu hari, saya menjadi anggota panitia peace camp yang adalah salah satu program organisasi tersebut. Ketika teman-teman yang Muslim menjalankan ibadah shalat, kami yang Kristen melakukan Doa Zabur. Ada salah seorang peserta yang berasal dari kampus yang sama dengan saya diminta untuk mengulangi doanya oleh Pak AJ. Kebetulan saat itu Pak AJ ikut mengawasi jalannya camp selama tiga hari dari awal hingga akhir. Teman saya ini diminta mengulangi doanya karena memakai sebutan "Tuhan Yesus". Pak AJ meminta teman saya berdoa dengan memakai sebutan "Isa Almasih". Padahal saat itu konteksnya berada di kalangan internal Kristen. Teman saya bersikeras untuk berdoa menggunakan sebutan "Tuhan Yesus". Terjadilah adu mulut di antara keduanya. Dari peristiwa itulah, saya mulai merenungkan kembali ajaran-ajaran yang disampaikan pemimpin organisasi tersebut kepada saya selama ini. Pantaskah kita menyebut nama Yesus memakai nama "Isa"?

Sebagian dari Anda mungkin berpikir : "Ah itu hanyalah perbedaan bahasa!" Benarkah demikian? Orang-orang Kristen Arab tidak menyebut Yesus atau Yeshua (ישׁוע) dengan nama "Isa" (عيسى) melainkan "Yasua" (يسوع). Beberapa ahli bahasa mengatakan bahwa kata "Isa" berasal dari bahasa Aram yaitu kata "Isho". Andaikata agama Islam tidak pernah muncul di dunia ini, bukankah orang-orang Arab akan mengenal nama Yesus dengan nama "Yasua" hingga hari ini? Andaikata Alquran tidak pernah ada, bukankah orang-orang Arab tidak akan pernah mengenal nama "Isa"? Kekristenan telah menyebar sampai ke Jazirah Arab jauh sebelum Muhammad lahir. Kota Najran yang terletak di Arab Saudi dan berada dekat perbatasan Yaman pernah memiliki komunitas Kristen terbesar di Jazirah Arab pada abad kelima Masehi, dua abad sebelum munculnya Islam. Maka dari itu, nama "Yasua" otomatis sudah lebih dulu dikenal oleh orang-orang Arab sebelum mereka kenal nama "Isa". Jadi dari sini dapat diketahui bahwa Islam atau Muhammadlah yang menciptakan nama "Isa" yang merujuk kepada pribadi Yesus tersebut.

Jika kita pelajari lebih lanjut, kita akan menemukan betapa banyak perbedaan antara sosok Yesus di dalam Alkitab dan Isa di dalam Alquran mulai dari yang paling kecil hingga paling fundamental. Contoh perbedaan kecil antara Yesus dan Isa adalah Yesus lahir di kandang domba sedangkan Isa lahir di bawah pohon kurma. Hal yang paling fundamental dari sosok Isa dan Yesus adalah Isa hanyalah seorang nabi atau manusia biasa sedangkan Yesus adalah Firman Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Jika Anda berani mengatakan bahwa Yesus adalah Isa, ingatlah ada konsekuensi teologis yang menyertai Anda! Dengan menyebut Yesus dengan nama "Isa", Anda secara tidak langsung mengamini bahwa kisah-kisah Isa di dalam Alquran adalah kisah Yesus. Anda mengamini bahwa Yesus lahir di bawah pohon kurma (QS 19 : 23), Yesus menyangkal dirinya adalah Tuhan (QS 5 : 116), dan Yesus tidak mati di atas kayu salib (QS 4 : 157)!

Anda mungkin berpikir : "Kita percaya bahwa Yesus adalah Isa dan ada kisah-kisah di dalam Alquran yang sesuai dengan Alkitab tetapi ada juga yang tidak sesuai dengan Alkitab." Sangatlah tidak etis jika kita menggunakan nama karakter di dalam kitab suci orang lain tetapi kita tidak percaya dengan kisah-kisah yang ada di dalam kitab sucinya. Tanpa kita sadari kita sedang "memerkosa" kitab suci orang lain. Kita hanya mau mengambil apa yang sesuai dengan keinginan kita tetapi tidak mau mengambil apa yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Jika kita merasa jengkel ketika melihat Dr. Zakir Naik main comat-comot ayat untuk mendukung keyakinannya, mengapa kita melakukan hal yang sama terhadap kitab suci orang lain? Jika Anda tetap bersikukuh bahwa Yesus sama dengan Isa, saya akan bertanya : "Pantaskah kita menyebut Yesus dengan nama "Krishna" mengingat ada banyak persamaan di antara keduanya?" Ada banyak persamaan bukan berarti mereka adalah sama.

Ini bukan soal boleh atau tidak boleh. Ini soal pantas atau tidak pantas. Pantaskah kita datang ke pesta pernikahan menggunakan celana pendek? Kita mungkin tidak akan diusir tetapi kita tahu bahwa hal tersebut tidak pantas, kecuali memang satu-satunya celana yang kita miliki adalah celana pendek tersebut. Bukankah ada tertulis "Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan" (Keluaran 20 : 7)? Pastur Philip Mantofa dalam khotbahnya yang berjudul "Kristologi 101 - Siapakah Yesus?" mengatakan : "Jangan ikut-ikutan menyebut Yesus "Isa" karena konotasinya nabi banget." Setiap kata harus digunakan secara hati-hati karena setiap kata memiliki konotasi, baik itu positif maupun negatif. Apalagi kondisinya berada di tengah persekutuan orang-orang Kristen atau saudara-saudara seiman seperti cerita di atas, apa urgensinya kita harus menggunakan nama "Isa"?

Apakah Anda tahu bahwa sebelum dunia Barat mengenal kata "Islam", orang-orang Barat biasa menyebut agama Islam dengan istilah "Muhammadanisme"? Istilah ini dipakai oleh orang-orang Barat hingga era 1950-an. Istilah tersebut kini dianggap ofensif bagi umat Islam. Orang-orang Muslim menolak menggunakan istilah "Muhammadanisme" untuk agama mereka karena konotasinya Islam sebagai hasil pemikiran Muhammad. Jika orang-orang Muslim saja tidak senang agama mereka disebut dengan nama "Muhammadanisme", mengapa kita justru merasa senang dan menganggapnya tidak masalah menyebut nama Yesus dengan nama "Isa"? Kita sebagai orang Kristen tidak pantas menyebut Yesus dengan nama "Isa" karena alasan teologis (tidak sesuai dengan keyakinan kita) dan alasan etika (tidak baik mencomat-comot kitab suci orang lain). Kita baru pantas menggunakan nama Isa ketika kita sedang berbicara sosok yang ada di dalam Alquran. Jika orang Muslim mengklaim bahwa Isa adalah Yesus, itu adalah urusan mereka. Tinggal bagaimana mereka mampu membuktikan bahwa pendapat Alquran mengenai Yesus adalah benar dan pendapat Alkitab mengenai Yesus adalah salah di hadapan orang Kristen.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus, kita sebagai orang Kristen seharusnya bangga menyebut nama Yesus. Kita seharusnya bangga berkata bahwa Yesus adalah Tuhan. Saya setuju kita harus memiliki sikap toleransi. Namun menghargai keyakinan orang lain tidak berarti harus menyamakan keyakinan kita sendiri dengan orang lain. Paul Copan, seorang apologet Kristen, pernah berkata : "Toleransi berarti kita tetap menghormati orang lain dengan keyakinan yang mereka anut meskipun kita sama sekali tidak setuju dengan keyakinan yang mereka anut." Meskipun kita menghormati kepercayaan orang lain, kita harus tetap dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada jalan lain menuju keselamatan selain melalui Yesus Kristus. Kita sebagai orang Kristen seharusnya tidak hanya menunjukkan perbedaan diri kita dengan orang non Kristen dari sisi karakter tetapi juga dari sisi doktrin.