Membongkar Cocoklogi Karakter di dalam Alkitab dan Alquran

Ketika saya masih aktif di organisasi perdamaian lintas agama, jabatan ketua cabang provinsi Jawa Timur dipegang oleh seorang dosen hukum di sebuah universitas negeri di Surabaya, sebut saja inisialnya IP (kabarnya beliau sekarang naik jabatan sebagai pembina provinsi padahal dulu tidak ada jabatan pembina). Pada suatu ketika di tahun 2015, Pak IP mengirimkan gambar di grup Line tabel nama nabi Islam dan persamaannya dengan tokoh di Alkitab. Ada 25 nabi yang wajib diimani oleh orang Muslim karena 25 nabi tersebut namanya tertera di dalam Alquran. Sebagai seseorang yang suka menganalisis sejarah, saya tentu pernah membaca kisah para nabi yang diyakini umat Islam serta tokoh-tokoh yang ada di dalam Alkitab. Saya merasa beberapa persamaan nama nabi Islam dengan tokoh di Alkitab yang ada di gambar tabel yang dikirimkan Pak IP tersebut hanyalah cocoklogi. Cocoklogi adalah paham yang suka mencocokkan segala sesuatu yang terkadang tidak ada kaitannya sama sekali.

Pada bulan November 2017, salah seorang kawan organisasi saya dari Medan tiba-tiba bertanya kepada saya melalui Whatsapp. Dia bertanya mengapa terjadi perbedaan nama karakter di Alquran dengan di Alkitab padahal nama-nama tersebut merujuk kepada orang yang sama. Saya jawab dengan jujur bahwa ada beberapa nama yang hanya cocoklogi dan ada beberapa nama yang saya ragukan persamaannya. Saya tidak habis pikir mengapa banyak orang menerima persamaan-persamaan tersebut secara taken for granted alias menerima secara mentah-mentah. Mereka tidak pernah meng-crosscheck dari kisah-kisahnya apakah nama-nama tersebut benar-benar merujuk kepada sosok yang sama. Saya tetap mengakui bahwa ada beberapa nama yang tidak terbantahkan merujuk kepada pribadi yang sama, seperti Avraham (אברהם) dan Ibrahim (إبراهيم), Mosheh (משׁה) dan Musa (موسى), David (דוד) dan Dawud (داود). Sungguh disayangkan, demi membangun persahabatan antar umat beragama, mereka rela mengorbankan kebenaran.

Orang-orang Muslim meyakini bahwa setiap kaum atau bangsa pernah diutus nabi oleh Allah kepada masing-masing kaum atau bangsa agar mereka menyembah kepada satu Tuhan sedangkan nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Berbeda dengan Alkitab yang kisah-kisah di dalamnya diceritakan begitu detil, kisah-kisah di dalam Alquran diceritakan samar-samar dan tidak detil. Alquran dapat dikatakan seperti puisi sehingga wajar jika isinya tidak detil dan bersifat samar-samar. Selain itu, kisah-kisah di dalam Alquran tidak diceritakan secara kronologis seperti Alkitab dan kisah satu nabi di dalam Alquran tidak terkumpul di satu surah saja tetapi tersebar di beberapa surah. Sebagai contoh, kisah Nabi Ibrahim tidak hanya ada di surah Ibrahim tetapi juga ada di surah Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa, Al An'am, At Taubah, dan surah-surah lainnya. Maka dari itu, untuk memahami Alquran dibutuhkan tafsiran-tafsiran dari para ulama terdahulu.

Untuk itu, saya menggunakan tafsiran Ismail bin Umar bin Katsir Al Quraisyi Al Bushrawi Ad Dimasyqi atau yang dikenal dengan nama "Ibnu Katsir". Ibnu Katsir adalah seorang mufasir Alquran sekaligus sejarawan yang hidup di abad 14. Tafsirannya menjadi rujukan sebagian besar orang Muslim di seluruh dunia. Karena Ibnu Katsir merupakan ulama dari mazhab Syafi'i, penggunaan tafsirannya menjadi semakin relevan mengingat mayoritas orang Muslim di Indonesia bermazhab Syafi'i. Akan tetapi, saya tidak menggunakan kitab "Tafsir Ibnu Katsir" yang berjilid-jilid sebagai referensi tulisan ini. Saya menggunakan kitab "Qashashul Anbiya" karya Ibnu Katsir sebagai sumber informasi. Kitab "Qashashul Anbiya" sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Kisah Para Nabi dan Rasul". Agar tidak terlalu panjang, kisah-kisah tokoh yang akan dibahas akan diceritakan secara singkat. Ada empat persamaan ngawur yang akan dibongkar dalam tulisan ini : Zulkifli dengan Yehezkiel, Hud dengan Eber, Shalih dengan Selah, Syu'aib dengan Yitro.

Sampul depan kitab "Kisah Para Nabi dan Rasul" terjemahan Indonesia

Zulkifli dan Yehezkiel
Zulkifli atau Dzul-kifl (ذو الكفل) memiliki arti "orang yang memiliki kesanggupan". Nama aslinya adalah Basyar. Zulkifli adalah anak Nabi Ayyub yang selamat dari bencana runtuhnya rumah Nabi Ayyub yang menewaskan semua anak Ayyub. Pada suatu hari, ada seorang raja yang bernama Al Yasa. Sang raja sudah sangat tua dan tidak punya keturunan untuk menggantikannya. Raja Al Yasa memutuskan untuk mengadakan sayembara. "Barangsiapa menerima tiga permintaanku, maka akan aku jadikan penggantiku : puasa di siang hari, shalat di malam hari, dan menahan amarahnya," kata raja kepada rakyatnya. Semua orang terdiam. Seorang pemuda bernama Basyar bangkit dan menjawab : "Aku." Raja Al Yasa bertanya : "Apakah kamu sanggup puasa di siang hari, shalat di malam hari, dan menahan amarah?" Dengan tegas, pemuda tersebut menjawab : "Ya." Dari peristiwa itulah, Basyar mendapatkan gelar "Zulkifli" karena kesanggupannya. Zulkifli akhirnya menggantikan Al Yasa menjadi raja untuk bangsa Amori. Meskipun dia sudah berkuasa, Zulkifli tetap memenuhi tiga hal yang diminta oleh pendahulunya. Ketika terjadi pemberontakan di negerinya, Zulkifli meminta rakyatnya untuk berperang tetapi mereka semua takut mati. Mereka bersedia berperang asalkan raja berdoa kepada Allah supaya mereka semua tidak ada yang mati. Zulkifli memenuhi permintaan rakyatnya dan Allah mengabulkan doa Zulkifli. Mereka memenangkan perang dan tidak ada satu pun prajurit Zulkifli yang gugur.

Yehezkiel atau Yehezqel (יהזקאל) adalah nabi Yahudi yang mendapatkan penglihatan kehancuran Yerusalem dan Bait Suci Pertama. Tuhan berbicara kepada Yehezkiel bahwa Dia akan menghukum Kerajaan Yehuda karena bangsa Israel meninggalkan Tuhan dan menyembah dewa-dewi bangsa lain. Pada saat itu bangsa Israel terpecah menjadi Kerajaan Israel di utara dan Kerajaan Yehuda di selatan. Penglihatannya tersebut terbukti ketika pasukan Babilonia melancarkan invasi terhadap Kerajaan Yehuda. Serangan ini disebabkan oleh keputusan Raja Yoyakim yang menghentikan pemberian upeti kepada Raja Nebukadnezar II. Pada tahun 597 SM, pasukan Babilonia mengepung ibukota Yerusalem. Ibukota Yerusalem akhirnya jatuh ke tangan Raja Nebukadnezar II dan penduduk Yerusalem menjadi tawanan. Dia menyaksikan penglihatannya tersebut tergenapi. Yehezkiel beserta 10 ribu orang Yehuda lainnya menjadi tawanan dan dibawa ke Babilonia. Yehezkiel pun menjadi nabi bagi orang-orang Israel di pengasingan. Selain mendapatkan penglihatan kehancuran Yerusalem, dia juga mendapatkan penglihatan pemulihan tulang belulang menjadi manusia kembali, penyerangan Gog dari Magog terhadap Israel, dan pembangunan Bait Suci Ketiga. Yehezkiel meninggal di tahun 571 SM dan jenazahnya dimakamkan di kota Kifl (sekarang berada di wilayah Irak).

Lukisan yang menggambarkan rakyat Israel ditawan oleh pasukan Babilonia

Dari penjelasan tentang Yehezkiel di atas, kita dapat mengetahui bahwa dasar cocoklogi Zulkifli dan Yehezkiel kemungkinan hanya berdasarkan lokasi makam Yehezkiel. Padahal kata "kifl" pada nama Dzul-kifl tidak merujuk kepada nama tempat. Malah ada yang berpendapat bahwa Zulkifli sama dengan Siddhartha Gautama karena kata "kifl" merujuk kepada Kapilawastu. Saya tidak akan membahas lebih jauh cocoklogi Zulkifli dengan Siddhartha Gautama. Perbedaan Zulkifli dan Yehezkiel yang paling mencolok adalah perbedaan etnis dan jabatan. Zulkifli adalah orang Amori yang merupakan keturunan Esau sedangkan Yehezkiel adalah orang Israel yang merupakan keturunan Yakub. Meskipun mereka sama-sama diakui sebagai nabi, Zulkifli menjadi seorang raja sedangkan Yehezkiel tidak menjadi seorang raja justru menjadi rakyat jajahan. Selain perbedaan etnis dan jabatan, jarak waktu antara Ayub hingga Yehezkiel sendiri ada lebih dari seribu tahun!

Menurut Wikipedia, penafsiran bahwa Zulkifli adalah Yehezkiel berasal dari pendapat Nasir Al Din Al Baydawi yang akhirnya cocoklogi ini diterima oleh banyak orang. Kemungkinan besar cendikiawan Muslim dari abad 13 ini melandaskan tafsirannya pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Al A'masy dari Abdullah bin Abdullah dari Sa'd dari Ibnu Umar bahwa ia pernah mendengar hanya sekali atau dua kali Rasulullah bersabda : "Dzul Kifli adalah salah seorang nabi Bani Israil yang tidak pernah melakukan dosa..." Hadits tersebut dinyatakan dha'if (lemah) oleh Ibnu Katsir satu abad kemudian. Ibnu Katsir juga mencatat Yehezkiel sebagai salah satu nabi Islam tetapi tidak dengan nama "Zulkifli" melainkan "Hizqil". Hizqil dan Zulkifli adalah dua nabi yang berbeda. Nama "Hizqil" secara filologis lebih dekat dengan nama "Yehezqel" dibandingkan "Zulkifli" atau "Basyar". Jadi kesimpulannya Yehezkiel atau Hizqil dan Zulkifli adalah dua sosok yang berbeda.

Hud dan Eber serta Shalih dan Selah
Nabi Hud (هود) dan Nabi Shalih (صالح) adalah dua orang nabi dari bangsa Arab. Hud diutus untuk kaum Ad sedangkan Shalih diutus untuk kaum Tsamud. Ad dan Tsamud merupakan dua suku Arab kuno atau lebih tepatnya Arab Ba'idah. Bangsa Arab berdasarkan asal usulnya diklasifikasikan menjadi tiga macam :
Arab Ba'idah yakni kaum Arab terdahulu yang sejarahnya sudah sulit dilacak
Contoh suku : Ad, Tsamud, Madyan, Judais, Thasam, Imlaq
Arab Aribah yakni kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya'rub bin Yasyjun bin Qahthan
Contoh suku : Zaid Al Jumhur, Qudha'ah, Azdi, Khazraj, Lakham, Hamdan
Arab Musta'ribah yakni kaum Arab yang berasal dari keturunan Adnan bin Ismail bin Ibrahim
Contoh suku : Tamim, Tsaqif, Quraisy


Kaum Ad mendirikan kota Iram yang terletak di daerah selatan Semenanjung Arab. Kota Iram merupakan kota yang sangat maju pada masanya dan memiliki bangunan-bangunan yang tinggi. Sama seperti kaum lainnya, kaum Ad juga menyembah berhala. Patung-patung mereka ada tiga macam : Shadan, Shamud, Hira. Mereka tidak meyakini adanya Hari Kebangkitan, mereka percaya mereka akan kembali ke dunia 36 tahun setelah mereka meninggal.

Hud diutus oleh Allah untuk memperingatkan kaum Ad agar menyembah hanya kepada Allah. "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepadaNya?" seru Hud (QS 7 : 65). Namun para pemuka kaumnya justru berbalik mengatakan : "Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta" (QS 7 : 66). Hud juga mengecam pembangunan bangunan-bangunan tinggi yang digunakan untuk menyombongkan diri. Ketika Hud memperingatkan mereka akan azab Allah yang akan menimpa mereka jika tidak mau bertobat (QS 7 : 67-69), mereka justru menantang balik agar azab segera ditimpakan kepada mereka jika Hud termasuk orang yang benar (QS 7 : 70). Akhirnya Allah pun mengazab kaum Ad dengan hawa panas sehingga terjadi kekeringan. Sumur dan sungai menjadi kering, tanaman menjadi mati, hujan tidak turun dalam waktu lama, dan orang-orang Ad merasakan haus yang luar biasa. Ketika melihat sebuah awan menghampiri mereka, mereka bersukacita karena akhirnya dapat melepas dahaga yang mereka rasakan selama ini. Awan tersebut ternyata hanya membawa angin. Akhirnya kaum Ad dibinasakan dengan angin dingin yang sangat kencang selama delapan hari tanpa henti (QS 69 : 6-7). Hud beserta orang-orang Ad yang mengikutinya selamat.

Para ulama sepakat bahwa kaum Tsamud adalah kaum yang muncul setelah kaum Ad dibinasakan. Kaum Tsamud awalnya tinggal di selatan Jazirah Arab. Lalu mereka bermigrasi ke arah utara dekat perbatasan Yordania saat ini dan mendirikan kota bernama Al Hijr (sekarang Mad'ain Shalih). Berbeda dari kota Iram, bangunan-bangunan kota Al Hijr dibangun di cadas. Mereka memahat bukit batu menjadi tempat tinggal mereka dan membuat lorong-lorong untuk menghubungkan setiap bangunan mereka.

Pada suatu hari, Shalih mendatangi pertemuan para pemimpin Tsamud dan menasihati mereka untuk beribadah hanya kepada Allah. Mereka pun bertanya kepada Shalih : "Sanggupkah kamu mengeluarkan untuk kami seekor unta betina dari batu ini?" Mereka menunjuk sebuah batu dan menyebutkan ciri-ciri unta yang mereka kehendaki. Shalih mengajukan syarat akan memenuhi permintaannya asalkan mereka mau beriman kepada Allah. Mereka pun setuju. Lalu Shalih shalat kepada Allah meminta Allah mengabulkan permintaan mereka. Allah mengabulkan permintaan mereka dan keesokan harinya orang-orang takjub melihat kemunculan unta betina bunting dari sebuah batu. Shalih memeringatkan kaum Tsamud untuk tidak mengganggu unta tersebut atau Allah akan menimpakan azab kepada mereka (QS 11 : 64). Orang-orang Tsamud akhirnya membunuh unta betina tersebut dan menantang peringatan nabi (QS 7 : 77). Kemudian Shalih memberitahukan bahwa mereka memiliki tiga hari untuk bersenang-senang sebelum diazab oleh Allah atau tiga hari untuk bertobat (QS 11 : 65). Mereka justru mengejek Shalih dengan terus menanyakan kapan datangnya azab. Di hari keempat, muncul suara mengguntur dari langit (QS 11 : 67) dan gempa dari bawah (QS 7 : 78). Mereka semua tewas, kecuali seorang budak perempuan yang kakinya lumpuh. Budak tersebut tiba-tiba mampu berlari kencang hingga mencapai sebuah perkampungan. Dia mengabarkan bencana yang menimpa kaumnya dan meminta minum. Setelah dia minum, dia pun mati.

Bangunan-bangunan peninggalan peradaban Tsamud di Mad'ain Shalih (Arab Saudi)

Dua persamaan ini dibahas dalam satu pembahasan karena saling berkaitan. Selah dan Eber adalah ayah dan anak dan mereka berdua dicocoklogikan dengan dua nabi Islam, Shalih dan Hud. Teori yang mengatakan bahwa Nabi Hud sama dengan Eber dan Nabi Shalih sama dengan Selah dapat dikatakan terlalu berani. Pasalnya baik Eber dan Selah tidak diceritakan kisah hidupnya di dalam Alkitab selain disinggung di silsilah bangsa-bangsa pada kitab Kejadian (Bereshit). Untuk membantu para pembaca lebih mudah memahami kejanggalannya, saya jabarkan dalam bentuk premis-premis berikut :

Premis 1 :
Eber adalah anak Selah

Premis 2 :
Hud sama dengan Eber
Shalih sama dengan Selah

Premis 3 :
Hud berdakwah untuk kaum Ad
Shalih berdakwah untuk kaum Tsamud

Premis 4 :
Kaum Tsamud adalah kaum yang muncul sesudah kaum Ad


Menurut silsilah di kitab Kejadian, Eber adalah anak Selah. Menurut tafsiran para ulama, kaum Tsamud merupakan kaum yang muncul setelah kaum Ad. Itu artinya kaum Ad ada terlebih dulu sebelum kaum Tsamud. Lucunya sang bapak, Selah, justru berdakwah kepada kaum yang baru muncul sesudah kaum yang didakwahi oleh sang anak, Eber. Menurut Kejadian 11 : 14, jarak usia antara Selah dan Eber hanya 30 tahun. Selain itu, Selah dikatakan hidup hingga usia 433 tahun dan Eber hidup hingga 464 tahun. Jika Shalih dan Hud adalah ayah dan anak, anehnya di dalam Alquran maupun di dalam tafsiran tidak diceritakan sama sekali bahwa Hud pernah bertemu dengan Shalih maupun sebaliknya. Bukti paling jelas bahwa Shalih dan Hud bukan ayah dan anak, tidak seperti Selah dan Eber, dapat dilihat dari nasab kedua nabi tersebut yaitu Shalih bin Abir bin Auf bin Masih bin Ubayd bin Hadzir bin Tsamud bin Iram dan Hud bin Abdullah bin Raya bin Khulud bin Ad bin Iram.

Syu'aib dan Yitro
Nabi Syu'aib (شعيب) diceritakan berdakwah untuk penduduk Madyan. Masyarakat Madyan suka tidak jujur dalam berdagang dengan mengurangi takaran dan timbangan. Mereka juga suka merampok dan memeras orang-orang yang lewat di jalanan. Mungkin merekalah preman-preman pertama di dunia. Kaum Madyan diceritakan menyembah berhala bernama Al Aykah. Al Aykah sebagai berhala orang-orang Madyan bukan berupa patung seperti berhala pada umumnya melainkan sebatang pohon yang dikelilingi ilalang. Syu'aib pun menasihati kaumnya agar tidak bersikap curang dalam berdagang serta meminta mereka untuk menyembah Allah (QS 11 : 84-86). Orang-orang Madyan menjadi sebal dan berkata kepada nabi : "Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami? Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal" (QS 11 : 87). Perkataan mereka sebenarnya merupakan sebuah ejekan untuk sang nabi. Singkat cerita, mereka ditimpa gempa dan menjadi mayat-mayat bergelimpangan di dalam rumah mereka (QS 7 : 91). Ibnu Katsir menceritakan bahwa mereka yang berlarian keluar dari tempat tinggal mereka dihujani percikan api dan anak panah api.

Menurut kitab Keluaran (Shemot), Yitro (יתרו) adalah mertua Musa dan seorang imam di Midian. Ketika Musa berusia 40 tahun, dia pergi keluar untuk melihat saudara-saudara sebangsanya yang menjadi budak. Ketika dilihatnya tidak ada siapapun yang melihat, Musa membunuh orang Mesir yang sedang menyiksa seorang budak Israel. Musa pun segera mengubur mayat orang Mesir itu. Keesokan harinya, Musa menemui dua orang Israel sedang berkelahi. Tatkala Musa mencoba menengahi, salah seorang di antaranya berkata : "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?" Apa yang dilakukan Musa akhirnya terdengar sampai telinga Firaun dan Musa melarikan diri ke Tanah Midian dan tinggal di sana selama 40 tahun. Musa menikah dengan Zipora, putri Yitro. Zipora melahirkan dua anak laki-laki bagi Musa yaitu Gersom dan Eliezer. Ketika Musa berhasil membawa bangsa Israel melewati Laut Teberau, Yitro masih hidup dan sempat menemui Musa. Yitro datang bersama Zipora dan kedua anak Musa. Musa pada saat itu sudah berumur 80 tahun. Yitro memberitahu Musa untuk memilih orang-orang cakap dari bangsa Israel untuk membantunya menyelesaikan perkara-perkara yang muncul di antara bangsa itu.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Syu'aib adalah Yitro tetapi ada sebagian yang berpendapat bahwa Syu'aib dan Yitro adalah dua orang yang berbeda termasuk Ibnu Katsir. Ada yang berpendapat bahwa mertua Musa juga bernama Syu'aib namun beda dengan Syu'aib nabi kaum Madyan dan salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu Katsir. Di kalangan ulama yang meyakini Nabi Syu'aib adalah Yitro, mereka berselisih pendapat soal nasab Syu'aib sebagai keturunan Madyan, putra keempat Ibrahim. Seolah ada missing link antara Syu'aib dan Madyan. Kita sendiri perlu meragukan apakah benar Syu'aib adalah keturunan Madyan. Pasalnya menurut Kejadian 25 : 2, Midian lahir dari istri ketiga Abraham, Ketura, yang dinikahi setelah Sarah meninggal sedangkan menurut QS 11 : 89, Syu'aib hidup tidak jauh dari peristiwa hancurnya kota Sadum.

Di antara Madyan dan Syu'aib terdapat missing link

Jika Madyan adalah keturunan anak keempat Ibrahim, maka otomatis Madyan sebagai suku Arab Ba'idah adalah suku yang muncul setelah Arab Musta'ribah karena Ismail sudah lebih dulu tinggal di Tanah Arab. Selain itu, jarak waktu antara kelahiran Madyan dan kehancuran Sadum lebih jauh daripada pengusiran Ismail. Itu baru dibandingkan dengan kelahiran Madyan, belum dibandingkan dengan kelahiran Syu'aib. Ini tidak masuk akal. Satu-satunya jalan keluar, mau atau tidak, suka atau tidak, kita harus mengatakan bahwa ada Madyan Lama dan Madyan Baru. Sama seperti di dalam sejarah Mesir Kuno, ada Kerajaan Lama dan Kerajaan Baru. Keturunan Madyan, putra Ibrahim, adalah kaum Madyan Baru sedangkan Syu'aib berasal dari kaum Madyan Lama.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Syu'aib bukanlah mertua Musa. Syu'aib hidup tidak jauh dari peristiwa kehancuran kaum Luth. Luth adalah keponakan Ibrahim sedangkan Musa adalah generasi keempat orang Israel yang tinggal di Mesir. Kakek buyut Musa adalah Lewi, kakak ketiga Yusuf (perdana menteri Mesir). Yusuf sendiri adalah cicit Abraham. Lot sebagai keponakan Abraham dianggap satu generasi dengan Ishak. Jika Syu'aib dianggap satu generasi dengan Luth, maka jarak antara Syu'aib dengan Musa adalah enam generasi! Kalau Syu'aib benar-benar adalah Yitro, maka pada usia berapakah Syu'aib bikin anak Zipora? Zipora ketika dinikahi oleh Musa pasti sudah sangat tua. Kok mau ya Musa yang merupakan seorang pangeran Kerajaan Mesir dan masih muda menikahi nenek-nenek reyot seperti kisah cinta Slamet dan Nenek Rohaya? Kita tidak dapat mengatakan bahwa Syu'aib dan Yitro adalah sosok yang sama hanya karena sama-sama berasal dari daerah Midian. Alquran terjemahan Indonesia sendiri tidak menafsirkan bahwa mertua Musa adalah Syu'aib dan hanya menafsirkan mertua Musa adalah syeikh Madyan yang tidak diketahui namanya.

Alquran terjemahan Indonesia tidak menafsirkan bahwa mertua Nabi Musa adalah Nabi Syu'aib

Tulisan saya ini mungkin membuat panas hati sebagian orang. Sebagian orang mungkin akan saya menuduh saya sedang merusak persahabatan antara dua agama dengan jumlah umat terbesar di dunia. Jika Anda mau membaca dengan kepala dingin dan dengan hati yang tulus, Anda akan menyadari bahwa saya secara tidak langsung sedang menyelamatkan wajah Islam dari tuduhan mencontek kisah-kisah yang ada di Alkitab. Saya sering menjumpai dalam perdebatan-perdebatan agama netizen Kristen "menyerang" netizen Muslim dengan tuduhan bahwa Alquran mencontek Alkitab. Jadi mulai dari sekarang, baik Anda adalah orang Kristen maupun orang Muslim, berhentilah menyama-nyamakan karakter-karakter di dalam kedua kitab suci. Bagi Anda yang Kristen, jika Anda tetap bersikukuh bahwa semua nabi Islam ada di dalam Alkitab, maka Anda juga harus mengakui bahwa ada ayat-ayat tentang Nabi Muhammad di dalam Alkitab. Bagi Anda yang Muslim, jika Anda tetap bersikeras bahwa semua nabi Islam ada persamaannya dengan tokoh di dalam Alkitab, maka Anda harus siap jika nabi terakhir Anda dianggap mencontek dan mengubah-ubah kisah-kisah dari kitab suci orang lain. Padahal Ibnu Katsir dalam tafsirannya banyak menolak kisah-kisah Israiliyyat (kisah-kisah yang berasal dari orang-orang Yahudi). Semakin Anda berusaha mencocokkan, semakin dalam Anda akan terjebak ke dalam jurang dilema. Biarlah yang berbeda tetap berbeda. Marilah kita menjalin persahabatan antar umat beragama tanpa mengorbankan kebenaran.